Friday, September 30, 2016

Kisahku sebagai perempuan tegar

10:24 AM Posted by zatin abdullah No comments
Panggil aku Iyah, seorang janda yang tinggal di pedalaman Aceh Utara, diusiaku yang sudah 40+ aku tinggal di gubuk kecilku bersama anak angkat perempuankan yang sedang menginjak remaja. Keseharianku mengajar di TK yang kurintis sendiri mulai tahun 2009 dan masih berjalan sampai sekarang dengan gaji Lillahita’ala alias gratis. Rasa saying dan ibaku kepada anak – anak yang tinggal dipelosok ini membuatku bertahan untuk tetap mengajar  dan tawa polos mereka yang membuatku sanggup sampai sekarang. Diusiaku yang sudah 40+ ini juga aku sedang menyelesaikan kuliah S1 ku. Karena aku merasa lebih dihargai apabila memiliki selembar ijazah sarjana ini, akupun sendiri tidak tahu kenapa semua harus dihargai dengan tingkatan pendidikan formal. Entahlah !!!! memelihara seekor sapi dan menjaga keponakanku adalah keseharianku juga.
Kisah hidupku tidaklah menyenangkan tapi aku akan tetap selalu bersyukur dengan semua keadaanku, karena aku yakin disetiap cobaan ada jalan dan hikmah yang akan bisa menjadi pelajaran.
Kisah piluku ini bermula pada tahun 1989, waktu itu usiaku baru menginjak usia 18 tahun, aku hanya tamatan madrasah tsanawiyah dan orang tuaku tidak melanjutkan sekolahku ke aliyah karena beketulan ada yang melamarku, seorang seulangke (mak jomblang) menjumpai oran tuaku dan mengatakan ada seorang lelaki yang mencari jodoh, dikarenakan lelaki tersebut pernah belajar di dayah sampai kelas 4 sehingga orang tuaku sangat tertarik, siapa yang tidak tertarik anaknya dilamar oleh seorang yang pernah ngaji sampai kelas 4 (pada waktu itu, belajar di dayah apalagi sudah kelas 4 itu sangat luar biasa sudah ilmunya). Itu berkah bagi orang tuaku dan mungkin orang tua lainnya kalau anak gadisnya dilamar oleh teungku dayah. Akupun setuju karena aku memperdalam agama dan berbakti kepada suami. Akhirnya kamipun menikah
Mimpi menikah dengan seorang teungku yang mengaji sampai kelas 4 ternyata terbalik 180 derajat, bukan bahagia yang kudapat tapi berlipat – lipat penderitaan yang tidak pernah kualami sebelum tapi semua menjadi kenyataan. Pergi kesawah setiap hari dari pagi sampai sore, memasak untuk semua anggota dirumah mertua, mencuci baju semua anggota keluarga, seakan – akan mereka telah mendapatkan seorang babu baru, akan tetapi demi pengabdiaku kepada suami aku bertahan dengan semua kondisi ini.
Bertahun – tahun aku bertahan dengan pengabdian ini, tidak pernah sekalipun suamiku membelikan baju kepadaku kecuali baju pada saat bawaan pernikahan, pernah aku sekali memakai baju bekas pemberian adik suami, suamiku marah besar dan berkata:” sudah pandai bersolek rupanya, mau mencari laki lain”.  Sungguh aku tidak menyangka semua ini akan terjadi kepadaku.
Siang malam aku menangis seorang diri, tidak pernah aku mengadu kepada orang tuaku, pernah ibuku melihat mataku yang bengkak, tapi aku berkilah aku sedang sakit, bersusah payah orang tuaku mencari obat untukku tapi aku hanya diam, kupendam sendiri semua penderitaan ini, sungguh mereka tidak tahu, bukan ragaku yang sakit tapi batinku yang sudah sangat menderita.
Aku masih ingin berbakti kepada suami, setiap hari aku menunggu dia mmengajariku agama, berbulan – bulan sampai bertahun – tahun tetapi dia masih tetap tidak mengajariku agama. Setiap hari jumat aku mempersiapkan pakaian shalatnya, aku bertanya apa isi ceramahnya tapi dia tidak pernah bilang dan langsung membentak, kalau mau tau pergi saja sendiri dengar, aku terdiam dan berfikir” kenapa orang yang mengaji dan tau agama tapi sifatnya sangat jahat sekali”. Walaupun tidak memukul tapi perlakuan dan perkataannya sudah sangat menyiksa bathinku.
Akhirnya suatu hari aku memberinikan diri untuk bertanya” Bang, abangkan sudah mengaji sampai kelas 4, tolong betulkan bacaan shalatku!! Dia menjawab:’baca terus!!!’. Aku langsung membaca, bahkkan sampai berulang – ulang tapi tidak pernah di komentari, aku masih ragu dan kubaca lagi tapi dia tidak juga membetulkannya. Ketika kutanya lagi katanya sudah benar. Lalu aku menyuruh dia untuk membaca bacaan shalat, lalu dia membaca, sampai di bacaan terakhir tiba tiba ada bacaan yang aneh dan tidak pernah aku dengar ataupun belajar, lalu aku bertanya dan itu membuat dia marah besar kepadaku.
Aku mulai curiga dengan sikapnya itu, akhirnya aku menyelidiki apa betul dia mengaji, akhirnya aku tahu bahwa aku telah ditipu tidak lebih hanya seminggu dia pergi mengaji dank arena ketakutan dia pulang kerumah dan tidak mengaji lagi, belasan tahun dia telah menipu aku da orang tuaku, akhirnya pada tahun 2004 aku tidak tahan lagi dengan penderitaan yang aku alami dan akhirnya aku mengadukan semua kepada orang tuaku, aku pulang kerumah orang tuaku di dikampung, orang tuaku sangat terkejut dan kasihan dengan nasibku ini tapi nasi sudah menjadi bubur dan aku hanya punya kesempatan untuk memperbaiki masa depanku.
Ya……aku ingin BERCERAI..!!!!!
Ini adalah keputusan terindah yang paling kuinginkan, aku ingin lepas dari semua penderitaan ini dan laki – laki ini, aku mendatangi kantor KUA dan mengadukan semua penderitaanku. Kepala KAU berjanji akan memanggil suamiku dan beliau berharap aku untuk memberikan kesempatan kedua dengan beberapa perjanjian yang harus disepakati. Beliau memberikan waktu 3 bulan dan aku menyetujuinya, pesan beliau aku harus membuat catatan tentang kelakuan suamiku setiap harinya.
Waktu yang ditentukan telah tiba dan aku kembali menjumpai pak KUA, dan memberitahuan semua catatanku kepada beliau, setelah beliau mencermati berkesimpulan bahwa memang cerai adalah keputusan yang sangat tepat karena selama tempo waktu 3 bulan hanya uang 50 ribu yang diberikan dan 1 bambu beras, padahal suamiku telah diberi nasehat tapi dia tetap tidak berubah.
Pak KUA mencoba membantu aku untuk proses perceraian karena suamiku masih tetap tidak mau menceraikanku, keputusan belum ada tapi pak KUA meninggal karena sakit, akhirnya proses perceraianku tergantung lagi.
Akhirnya aku mencoba mencari solusi sendiri, dengan memberanikan diri aku mendatangi kantor KUA untuk bertanya dan semua menyarankan untuk naik ke pengadilan di Lhokseumawe, aku tidak mau lagi kembali kepada suamiku dan aku sudah bertekat untuk pergi sendiri, aku ke Aceh Utara untuk pergi ke mahkamah syariah untuk mendapatkan informasi, ternyata harus membayar pengacara dan aku belum ada uang.

Sekarang aku tinggal dengan anakku, kasusku masih menggantung tanpa status yang jelas, secara agama aku sudah pisah tapi secara peraturan negara aku masih tergantung, akupun tidak berniat untuk menikah lagi, aku tinggal di gubuk kecilku dengan anakku dan kegiatanku mengajar disekolah TK.

Seandainya ada yang membantu aku untuk menuntaskan statusku ini maka aku akan sangat berterima kasih
(kisah nyata seorang perempuan tegar dari pedalaman Aceh Utara)



0 comments:

Post a Comment