Tuesday, December 6, 2016

Lelaki dan Candu



Lelaki Candu
Lelaki dihadapanku menghirup kopinya dengan perlahan,  dia dan candu begitulah aku menyebutkannya. Kopi sudah menjadi bagian dari dirinya dan menjadi candu untuk kesehariannya. Aku terdiam dengan seksama memperhatikan garis-garis tegas diwajahnya. Matanya menjadi focus perhatianku walau mata itu hanya menatap ke candu yang sedang dihirupnya perlahan, tidak bergeming dan bahkan tidak peduli aku ada dihadapannya. Lelaki itu masih diam dan belum bercerita, akupun enggan untuk mengusik dan kubiarkan dia larut dengan candunya sedang aku sabar menunggu.


Satu jam berlalu, lelaki itu masih diam dan tidak peduli dengan kehadiranku. Kesabaran ada batasnya dan kuberanikan diri untuk menegur lelaki itu dengan suara sedikit kubuat tegas dan memaksa untuk menyadarkan lelaki itu kalau aku ada dihadapannya (come on aku bukan patung yes).

“Ceritalah Dato, tak perlu kau ragu kepadaku, aku akan mendengar ceritamu”. Tiba-tiba lelaki yang kupanggil Dato itu  menatapku tajam seolah aku telah mengusiknya, aku sedikit bergetar tapi aku tetap balas menatap matanya dan berpikir apakah aku telah membangunkan singa tidur?

Tatapannya sedikit memudar dan samar kudengar suanya yang sedikit bergetar “ Untuk apa kamu mau mengetahui ceritaku, kamu tidak akan pernah mengerti”. Sinis !!!! itu yang kurasakan, tapi tidak tahu kenapa aku ingin sekali mendengar ceritanya dan aku harus dapat cerita itu, harus!!!! “Dengarlah Dato, mungkin aku tidak pernah mengerti tapi setidaknya berbagilah, jangan pendam kisahmu sendiri, bukankah berbagi itu lebih baik???”.

“Aku bukanlah perempuan yang hebat dan pandai menulis, tapi aku hanya ingin pengalaman-pengalaman itu dibagi dan tidak disimpan sendiri, sejarah tidak akan pernah kita tahu kalau tidak ada yang menulisnya”. Aku merasakan sepertinya Dato ingin menyemburkan kopinya kemukaku, apakah aku terlalu banyak bicara atau aku yang tidak basa-basi? Ahhhh lupakan, aku tidak peduli dan kubiarkan saja dia begitu karena aku ingin mendengar ceritanya saja. Tiba-tiba saja Dato berbicara kepadaku dan suaranya sudah sedikit enak didengar “Kamu jangan keras kepala, ceritaku tidak penting untuk kamu tahu dan kamu siapa pun aku tidak tahu”.

Aku tidak pernah memelas tapi kali ini lain dan aku dengan sangat terpaksa memelas kepada lelaki ini hanya untuk berbagi cerita yang menurut dia itu tidak penting buatku, aku mencoba untuk memegang tanganya dan memberi kekuatan tapi dia menepis tanganku, aku sedikit terkejut tapi aku hanya diam saja dan diapun diam sambil meminum kembali candunya yang masih tersisa. Keras kepala.. huh.. akupun bisa, lihatlah akan kutunggu sampai lelaki itu bercerita. Setelah sekitar 30 menit terdiam akhirnya lelaki pecandu kopi ini bersuara lagi.” Masa laluku sangat keras dan penuh perjuangan, kamu mungkin tidak merasakan bagaimana itu berjuang (huh…. Bisa-bisanya dia berkata begitu tapi sabar…. Jangan menyela sampai dia habis bercerita daripada dia diam lagi) waktu itu masa-masa yang tidak menyenangkan di tempatku, masa penuh pergolakan dan jiwaku terpanggil, kamu kenal tahu Hasan Tiro? 9aku mengangguk) aku mengetahui beliau dari buku-buku yang aku baca dan aku sangat pengagumi beliau tapi waktu itu bukan waktu yang tepat untuk dia karena dicari dimana-mana hanya dengan alas an makar. Semakin aku penasaran dan mencari tahu tentang perjuangannya dan sampai akhirnya aku bergabung berjuang dengan mereka yang lainnya”. Sampai disitu lelaki ini berhenti dan menghirup lagi kopi dihadapanya, entah cangkir yang keberapa, kuat juga dia menghirup candunya, aku diam saja dan kubiarkan dia berhenti bercerita sebentar dan aku tidak ingin merusak mood dia.

“Aku pernah ikut latihan perang walaupun hanya sebentar dan pada akhirnya aku harus pergi ke bagian tengah Aceh untuk melanjutkan sekolah, waktu itu aku masih kecil, tapi semangat hasan Tirois membuat aku betul-betul ingin berjuang bersama mereka, usia tidak menghambat aku untuk belajar menggunakan senjata sebagaimana orang-orang lain dikampung aku. Saat itu Tgk Munir yang mengajarkan kami bagaimanan bongkar pasang senjata dan bagaimana menggunakannya, satu peluru untuk satu orang musuh. Itu pesan Tgk Munir.

Sampai disini aku semakin kagum sama lelaki ini walaupun aku baru mengenalnya dan aku semakin ingin mendengar ceritanya. Sejenak dia menarik nafas dalam seakan ingin membuang semua beban dalam dirinya dan melanjutkan bercerita.”Bapakku diculik, aku tidak tahu siapa yang melakukannya bahkan sampai sekarang aku tidak tahu dimana jasadnya (sampai disini aku melihat lelaki pecandu kopi ini tidak bisa menahan emosinya, matanya sudah berkaca-kaca ingin kuberkata tumpahkan saja air matamu dan ingin merangkulnya tapi aku tidak mau ada penolakan jadi hanya kulihat saja dia dan kubiarkan dia larut dalam kesedihannya.

“Bapakku adalah korban dari ketidakadilan perjuangan itu, orang-orang sudah gelap mata, membunuh sudah biasa apalagi pembantaian warga yang tujuannya hanya untuk memperkaya diri dan mengumpulkan harta dengan cara merampas demi alasan untuk perjuangan. Bukan saja orang tuaku yang menjadi korban kekejaman dari konflik Aceh ini tapi abang sepupu aku sampai saat ini belum diketahui dimana kuburnya. Tidak ada kesalahan yang dilakukan oleh mereka. Tidak ada lagi perjuangan murni yang aku lihat dan itu betul-betul membuatku sangat kecewa”. Lelaki ini menarik nafas dalam dan menghembus pelan dengan penuh rasa lega.

“Tapi Dato, bukankah mereka itu berjuang untuk membantu rakyat miskin?”. Lelaki itu menyela, kumelihat ada aura kemarahan. “Tahu apa kamu tentang perjuangan”. Duh….. sabar..sabar..sabar!!!!! “Mereka telah menistakakn perjuangan, mereka hanyalah pecundang yang bertopeng dibalik perjuangan untuk memperkaya diri dengan merampas harta masyarakat”.

Aku menarik nafas pelan dan mencoba untuk sedikit bijak “Maafkan aku Dato, aku memang tidak pernah paham dan mengerti tentang perjuangan karena aku bukan pelaku sepertimu, aku sangat menghargai ceritamu ini dan ini membuat aku menjadi tahu bahwa pada kenyataannya niat dari perjuangan itulah yang akan menjadi landasan dalam mencapai hasil yang diinginkan. Terima kasih Dato ceritamu telah mengungkap sisi lain dari perjuangan dan ini menjadi pembelajaran untuk aku dan lainnya”
Lalu Dato berkata”Aku akan mengingatnya sampai aku lupa!!!!!!!!!!!!”.
Ahh sudah cukup, aku tidak ingin berbasa-basi lagi, mungkin dia lelah karena aku telah memaksa dia untuk bercerita, walapun begitu lelaki pecandu ini tetap menjadi misteri bagiku.

Tapaktuan, 6 Desember 2016
Note: Aku hanya menulis kisahnya



0 comments:

Post a Comment