Saturday, October 12, 2024

ONTOLOGI ILMU

 



PENDAHULUAN

            Sejarah filsafat tidak selalu lurus, kadang – kadang berbelok ke belakang sedangkan sejarah ilmu selalu maju. Didalam Sejarah pengetahuan manusia, filsafat dan ilmu selalu berjalan beriringan dan saling berkaitan. Filsafat dan ilmu mempunyai titik singgung dalam mencari kebenaran. Ilmu bertugas melukiskan dan filsafat bertugas untuk menafsirkan fenomena semesta, kebenaran berada disepanjang pemikiran, sedangkan kebenaran ilmu berada disepanjang pengalaman. Tujuan berfilsafat adalah menemukan kebenaran yang sebenarnya. Jika kebenaran yang sebenarnya itu disusun secara sistematis, jadilah kebenaran itu sistematikan filsafat. Sistematika filsafat itu biasanya terbagi menjadi tiga cabang besar, yaitu: teori pengetahuan, teori hakikat dan teori nilai.

Pada intinya kegiatan ilmu dimotori oleh pertanyaan – pertanyaan yang didasarkan pada tiga masalah inti, yaitu: Apakah yang ingin diketahui, bagaimana cara memperoleh pengetahuan dan apakah nilai pengetahuan tersebut, terlihat bahwa ketiga pertanyaan ini sangatlah sederhana, namun mencakup persoalan yang sangat mendasar. Maka untuk menjawab ketiga pertanyaan tersebut diperlukan system berpikir secara radikal, sistematis dan menyeluruh sebagai kebenaran ilmu yang dibahas dalam filsafat keilmuan.[1]

Dalam filsafat ilmu terdapat tiga tahapan atau landasan yang harus ditempuh dalam mencari kebenaran, yaitu ontologi, epistimologi dan aksiologi, dimana ontologi membahas tentang apa saja yang ingin diketahui mengenai teori tentang adanya sesuatu. Ontologi  menjadi sebuah dasar atau pondasi atau awal mula dari dasar pemikiran, bagaimana hakikat objek yang ditelaah sehingga menghasilkan pengetahuan. Epistemologi membahas tentang bagaimana proses memperoleh pengetahuan. Dan aksiologi membahas tentang nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh. Dengan membahas ketiga unsur ini manusia akan mengerti apa hakikat ilmu itu. Tanpa hakikat ilmu yang sebenarnya, maka manusia tidak akan dapat menghargai ilmu sebagaimana mestinya.[2] Ontologi hadir dari adanya pertanyaan – pertanyaan tentang apasaja yang dapat diketahui secara hakikat oleh manusia dan mampukah manusia mengungkap hakikat dari segala hal yang ada dan hakikat keberadaan itu sendiri.

Berdasarkan uraian tersebut diatas maka dalam makalah ini akan membatasi pembahasan tentang Ontologi dan segala permasalahannya sebagai unsur yang sangat penting dalam filsafat ilmu yang dipandang sebagai satu kesatuan yang tidak terpisahkan antara satu dengan lainnya.

 

PEMBAHASAN

1.              Pengertian Ontologi

Ontologi berasal dari bahasa Yunani, yang terdiri dari dua kata: on/ ontos yang memiliki arti ada atau keberadaan dan logos yang berarti studi atau ilmu tentang. Jadi secara sederhana ontologi adalah ilmu yang membahas tentang yang ada. Sedangkan menurut istilah, Ontologi adalah ilmu hakekat yang menyelidiki alam nyata ini dan bagaimana keadaan yang sebenarnya[3]

Ontologi memberikan pengertian untuk penjelasan secara eksplisit dari konsep terhadap representasi pengetahuan pada sebuah pengetahuan dasar. Ontologi juga bisa diartikan sebuah struktur hirarki dari istilah untuk menjelaskan sebuat domain yang dapat digunakan sebagai landasan untuk dasar pengetahuan. Ontologi adalah ilmu yang mempelajari tentang keadaan alam yang sebenarnya secara universal (teory of reality)[4]

Istilah Ontologi pertama kali diperkenalkan oleh Rudolf Goclenius pada tahun 1936 M, untuk menamai hakikat yang ada sifat metafisis. Dalam perkembangannya Christian Wolf membagi metafisika menjadi dua, yaitu metafisika umum mdan khusus. Metafisika umum adalah istilah lain dari ontologi.

Dengan demikian ontologi adalah cabang filsafat yang membahas tentang prinsip yang paling dasar atau paling dalam dari segala sesuatu yang ada, tidak terikat oleh satu perwujudan tertentu. Dalam kaitan dengan ilmu, aspek ontologi mempertahankan tentang objek yang ditelaah oleh ilmu. Ontologi seringkali diidentifikasikan dengan metafisika, yang juga disebut dengan proto-filsafat atau filsafat yang pertama. Persoalan tentang ontologi menjadi pembahasan yang utama dalam bidang filsafat, yang membahas tentang realitas. Realitas adalah kenyataan yang selanjutnya menjurus pada sesuatu kebenaran.

Ada 3 hal yang berkaitan dalam mempelajari ontologi ilmu, yaitu Metafisika, Probabilitas dan Asumsi. Secara etimologis metafisika berasal dari kata “meta” dan “fisika” (Yunani). “meta” berarti sesudah, di belakang atau melampaui, dan “fisika”, berarti alam nyata. Kata fisik (physic) di sini sama dengan “nature”, yaitu alam. Metafisika merupakan cabang dari filsafat yang mempersoalkan tentang hakikat, yang tersimpul di belakang dunia fenomenal. Metafisika melampaui pengalaman, objeknya di luar hal yang ditangkap pancaindra.

Probabilitas atau sering disebut Peluang. Salah satu referensi dalam mencari kebenaran, manusia berpaling kepada ilmu. Hal ini dikarenakan ciri-ciri dari ilmu tersebut yang dalam proses pembentukannya sangat ketat dengan alatnya berupa metode ilmiah. Hanya saja terkadang kepercayaan manusia akan sesuatu itu terlalu tinggi sehingga seolah-olah apa yang telah dinyatakan oleh ilmu akan bersih dari kekeliruan atau kesalahan. Oleh karena itu manusia yang mempercayai ilmu tidak akan sepenuhnya menumpukan kepercayaannya terhadap apa yang dinyatakan oleh ilmu tersebut. Hal ini menyadarkan kita bahwa suatu ilmu menawarkan kepada kita suatu jawaban yang berupa peluang. Yang didalamnya selain terdapat kemungkin bernilai benar juga mengandung kemungkinan yang bernilai salah. Nilai kebenarannya pun tergantung dari prosentase kebenaran yang dikandung ilmu tersebut. Sehingga ini akan menuntun kita kepada seberapa besar kepercayaan kita akan kita tumpukan pada jawaban yang diberikan oleh ilmu tersebut.

Hal yang berkaitan dengan ontologi selanjutnya ialah Asumsi. Ilmu mengemukakan beberapa asumsi mengenai objek empiris. Ilmu menganggap bahwa objek-objek empiris yang menjadi bidang penelaahannya mempunyai sifat keragaman, memperlihatkan sifat berulang dan semuanya jalin-menjalin secara teratur. Sesuatu peristiwa tidaklah terjadi secara kebetulan namun tiap peristiwa mempunyai pola tetap yang teratur. Bahwa hujan diawali dengan awan tebal dan langit mendung, hal ini bukanlah merupakan suatu kebetulan tetapi memang polanya sudah demikian. Kejadian ini akan berulang dengan pola yang sama. Alam merupakan suatu sistem yang teratur yang tunduk kepada hukum-hukum tertentu.

Menurut Aristoteles, ontologi pada dasarnya di maksudkan untuk mencari makna ada dan struktur umum yang terdapat pada ada, struktur yang dinamakan kategori dan susunan ada. Akan tetapi, hasil pencarian Aristoteles menunjukkan bahwa pertanyaan mengenai makna ada membawa kita pada penghargaan terhadap keajaiban eksistensi manusia, sedangkan studi mengenai kategori membawa pada sebab pertama asal usul dari segala sesuatu (Tuhan). Tidak berlebihan jika di katakan bahwa motif yang sesungguhnya dalam studi mengenai ontologi adalah justifikasi atau evokasi terhadap agama, di samping justifikasi atas pengetahuan dan emosi etis[5]

Ontologi dalam filsafat ilmu merupakan studi atau pengkajian mengenai sifat dasar ilmu yang memiliki arti, struktur, dan prinsip ilmu. Ontologi filsafat sebagai cabang filsafat adalah ilmu apa, dari jenis dan struktur dari objek, property, peristiwa, proses, serta hubungan dalam setiap bidang realitas. [6]

Fungsi dan manfaat mempelajari ontologi sebagai cabang filsafat ilmu antara lain:

1)    Berfungsi sebagai refleksi kritis atas objek atau bidang garapan, konsep-konsep, asumsi-asumsi dan postulat-postulat ilmu. Di antara asumsi dasar keilmuan antara lain: (1). Dunia ini ada, dan kita dapat mengetahui bahwa dunia ini benar-benar ada. (2). Dunia empiris itu dapat diketahui oleh manusia dengan pancaindera. (3). Fenomena yang terdapat di di dunia ini berhubungan satu dengan lainnya secara kausal.

2)    Ontologi membantu ilmu untuk menyusun suatu pandangan dunia yang integral, komphrehensif dan koheren. Ilmu dengan ciri khasnya mengkaji hal-hal yang khusus untuk dikaji secara tuntas yang pada akhirnya diharapkan dapat memperoleh gambaran tentang objek telaahannya, namun pada kenyataannya kadang hasil temuan ilmiah berhenti pada simpulan-simpulan yang parsial dan terpisah-pisah. Jika terjadi seperti itu, ilmuwan berarti tidak mampu mengintegrasikan pengetahuan tersebut dengan pengetahuan lain

3)    Ontologi memberikan masukan informasi untuk mengatasi permasalahan yang tidak mampu dipecahkan oleh ilmu-ilmu khusus. Pembagian objek kajian ilmu yang satu dengan lainnya kadang menimbulkan berbagai permasalahan, di antaranya ada kemungkinan terjadinya konflik perebutan bidang kajian, misalnya ilmu bioetika itu masuk disiplin etika atau disiplin biologi. Kemungkinan lain adalah justru terbukanya bidang kajian yang sama sekali belum dikaji oleh ilmu apa pun. Dalam hal ini ontologi berfungsi membantu memetakan batas-batas kajian ilmu. Dengan demikian berkembanglah ilmu-ilmu yang dapat diketahui manusia itu dari tahun ke tahun atau dari abad ke abad.

 

2.              Aliran – aliran dalam Ontologi

Mempelajari pemahaman ontologi muncul beberapa pandangan-pandangan pokok pemikiran dalam pertanyaan yang kemudian melahirkan aliran-aliran dalam filsafat. Dari masing-masing pertanyaan menimbulkan beberapa sudut pandang mengenai ontologi. Sehingga lahir aliran filsafat sebagaimana berikut:

1)    Monoisme

Paham ini menganggap bahwa hakikat yang berasal dari kenyataan adalah satu saja tidak mungkin dua, baik materi ataupun Rohani. Paham ini terbagi menjadi 2 aliran, yaitu: (1) Materialisme, aliran ini menganggap bahwa sumber yang asal itu materi. Aliran ini sering disebut naturalisme, bahwa zat mati merupakan kenyataan dan satu – satunya fakta yang hanyalah materi, sedangkan jiwa atau ruh tidaklah merupakan suatu kenyataan yang berdiri sendiri; (2) Idealisme, sebagai lawan dari materialisme dinamakan spiritualisme. Dealisme berasal dari kata ideal yaitu sesuatu yang hadir dalam jiwa. Aliran ini beranggapan bahwa hakikat kenyataan yang beraneka ragam itu semua berasal dari ruh (sukma) atau sejenis dengannya. Yaitu sesuatu yang tidak terbentuk dan menempati ruang, materi atau zat ini hanyalah suatu jenis dari penjelmaan ruhani.

2)    Dualisme

Aliran dualism berpendapat bahwa benda terdiri dari dua macam hakikat sebagai asal sumbernya, yaitu hakikat materi dan ruhani, benda dan ruh, jasad dan spirit. Materi bukan muncul dari benda, sama – sama hakikat, kedua mascam hakikat tersebut masing – masing bebas dan berdiri sendiri, sama – sama azali dan abadi, hubungan keduanya menciptakan kehidupan di alam ini. Tokoh aliran ini adalah Descater yang dianggap sebagai bapak filosofi modern.

3)    Pluralisme

Aliran ini beranggapan bahwa segenap bentuk merupakan kenyataan. Pluralisme tertolak dari keseluruhan dan mengakui bahwa segenap macam bentuk ini semuanya nyata, tokoh aliran ini pada masa Yunani kuno adalah Anaxagoras dan Empedcoles, yang menyatakan bahwa substansi yang ada itu terbentuk dan terdiri dari empat unsur, yaitu tanah, air, api dan udara.

4)    Nihilism

Nihilism berasal dari bahasa latin yang berarti nothing atau tidak ada.

Nihilisme adalah pandangan filosofis yang muncul pada abad ke-19, yang secara umum berpendapat bahwa kehidupan dan eksistensi manusia tidak memiliki makna, nilai, atau tujuan inheren. Nihilisme sering kali dikaitkan dengan pemikiran bahwa tidak ada konsep moral yang objektif atau kebenaran absolut, dan akhirnya, segala sesuatu tidak lebih dari kekosongan atau nihil. Pemikiran nihilis berkembang sebagai reaksi terhadap perkembangan sosial dan budaya pada abad ke-19 di Eropa, termasuk perkembangan seperti Revolusi Industri, perubahan sosial, dan kebingungan dalam hal agama dan moral. Sejumlah pemikir dan filsuf terkenal, seperti Friedrich Nietzsche dan Fyodor Dostoevsky, mengangkat isu-isu yang terkait dengan nihilisme dalam karyanya.

Nihilisme sendiri dapat dibagi menjadi beberapa jenis atau aliran yang berbeda, termasuk nihilisme epistemologis (yang berpendapat bahwa pengetahuan dan kebenaran itu tidak mungkin), nihilisme etis (yang menyangkal adanya nilai moral objektif), dan nihilisme existential (yang mengklaim bahwa hidup itu sendiri tidak memiliki makna inheren).

Penting untuk diingat bahwa nihilisme adalah salah satu aliran pemikiran dalam sejarah filsafat, dan ada berbagai penafsiran dan pemahaman tentangnya. Meskipun pandangan nihilisme bisa sangat skeptis terhadap nilai-nilai dan makna, ada berbagai pandangan filosofis yang berlawanan dengan nihilisme, yang mengusulkan kerangka kerja etis atau makna dalam kehidupan manusia.

Top of Form

5)    Agnostisme

Paham ini mengingkari kesanggupan manusia untuk mengetahui hakikat benda. Baik hakikat materi maupun hakikat ruhani. Kata agnostisisme berasal dari bahasa Grik Agnostos, yang berarti unknownA artinya notgno artinya know. Timbulnya aliran ini dikarenakan belum dapatnya orang mengenal dan mampu menerangkan secara konkret akan adanya kenyataan yang berdiri sendiri dan dapat kita kenal. Aliran ini dapat kita temui dalam filsafat eksistensi dengan tokoh-tokohnya seperti, Soren Kierkegaar (1813-1855 M) yang terkenal dengan julukan sebagai Bapak Filsafat Eksistensialisme, yang menyatakan bahwa manusia tidak pernah hidup sebagai suatu aku umum, tetapi sebagai aku individual yang sama sekali unik dan tidak dapat dijabarkan ke dalam sesuatu orang lain. Berbeda dengan pendapat Martin Heidegger (1889-1976 M), yang mengatakan bahwa satu-satunya yang ada itu ialah manusia, karena hanya manusialah yang dapat memahami dirinya sendiri. Tokoh lainnya adalah, Jean Paul Sartre (1905-1980 M), yang mengatakan bahwa manusia selalu menyangkal. Hakikat beradanya manusia bukan entre(ada), melainkan a entre (akan atau sedang). Jadi, agnostisisme adalah paham pengingkaran/penyangkalan terhadap kemampuan manusia mengetahui hakikat benda, baik materi maupun ruhani.

 Bagaimanakah yang ada itu? (How is being?)

Apakah yang ada itu sebagai sesuatu yang tetap, abadi, atau berubah-ubah? Dalam hal ini, Zeno (490-430 SM) menyatakan bahwa sesuatu itu sebenarnya khayalan belaka. Pendapat ini dibantah oleh Bergson dan Russel. Seperti yang dikatakan oleh Whitehead bahwa alam ini dinamis, terus bergerak, dan merupakan struktur peristiwa yang mengalir terus secara kreatif. Aliran ini berpendapat bahwa yang ada itu berada dalam alam ide, adi kodrati, universal, tetap abadi, dan abstrak. Sementara aliran materilisme berpendapat sebaliknya, bahwa yang ada itu bersifat fisik, kodrati, individual, berubah-ubah, dan riil.

Aliran ini mirip dengan skeptisisme yang berpendapat bahwa manusia diragukan kemampuannya mengetahui hakikatnya. Namun tampaknya agnotisisme lebih dari itu karena menyerah sama sekali.

 

3.              Contoh Ontologi dalam kehidupan sehari – hari

Untuk memahami tentang ontologi, berikut adalah beberapa contoh dalam kehidupan sehari – hari yang kami tuliskan di makalah ini.

1)    Seiring dengan perkembangan zaman, model rumah juga ikut berkembang dan beragam. Mulai dari model minimalis hingga modern. Walaupun begitu banyak bentuk dan model rumah kita akan selalu mengenali bahwa itu adalah rumah, meskipun bentuk, warna dan bahkan modelnya berbeda. Hal ini dikarenakan rumah dikenal dengan fungsinya sebagai tempat tinggal, tempat tujuan saat pulang, bagaimana kondisinya serta bagaimana orang – orang disekitarnya yang membuat kita berpikir bangunan tersebut adalah rumah.

2)    Hampir setiap orang mempunyai teman yang dekat dan sudah lama dikenal. Bahkan sehari – harinya selalu Bersama, namun pada suatu saat pertemanan itu harus terpisah karena tujuannya masing – masing. Kemudian teman tersebut Kembali ladi bertemu setelah beberapa tahun berpisah. Saat bertemu terapat banyak sekali perbedaan dari terakhir bertemu, mulai dari fisik, penampilan, perilaku dan masih banyak lagi. Akan tetapi teman tidak peduli dengan perubahan tersebut dan masih menganggapnya teman yang dikenal pada masa lalu.

 

4.              Peran Ontologi Dalam Dunia Pendidikan

Ontologi merupakan kajian dalam filsafat yang mempelajari tentang segala sesuatu yang ada berdasarkan sebab akibat. Hakikat ontologi dalam filsafat pendidikan yaitu tentang bagaimana memberikan pengajaran, bimbingan dalam proses belajar untuk mencapai suatu pendidikan dengan tujuan ke arah yang lebih baik. Dasar ontologi pendidikan adalah objek materi pendidikan dimana sisi yang mengatur seluruh kegiatan kependidikan. Jadi hubungan ontologi dengan pendidikan menempati posisi landasan yang terdasar dari fondasi ilmu dimana disitulah terletak undang-undang dasarnya dunia ilmu.

Sedangkan ontologi dalam Pendidikan Islam memaparkan hakikat Pendidikan yang sebsnarnya dan sesuai dengan kebutuhan manusia sebagai Upaya untuk menguatkan eksistensi dan esensi manusia sebagai makhluk bertuhan dan memiliki sifat – sifat humanistic.

Pandangan ontologi Barat menganggap objek ilmu terbatas pada unsur-unsur yang bersifat fisik atau materi, sedangkan pandangan ontologi Islam memandang ilmu tidak di bagian fisik saja, tetapi juga bagian metafisika.

 

 

5.              Aspek – Aspek Ontologi Ilmu Pengetahuan

Ontologi membahas tentang yang ada, yang tidak terikat oleh satu perwujudan tertentu. Dalam kaitan dengan ilmu, aspek ontologis mempertanyakan tentang objek yang ditelaah oleh ilmu. Secara ontologis ilmu membatasi lingkup penelaahan keilmuannya hanya pada daerah yang berada dalam jangkauan pengalaman manusia dan terbatas pada hal yang sesuai dengan akal manusia. Ontologi membahas tentang yang ada yang universal, menampilkan pemikiran semesta universal. Ontologi berupaya mencari inti yang termuat dalam setiap kenyataan. Dalam rumusan Lorens Bagus; ontologi menjelaskan yang ada yang meliputi semua realitas dalam semua bentuknya.

Ada beberapa aspek ontologis  yang perlu diperhatikan dalam ilmu pengetahuan. Aspek-aspek ontologis tersebut adalah:

1)      Metodis. Menggunakan cara ilmiah, berarti dalam proses menemukan dan mengolah pengetahuan menggunakan metode tertentu, tidak serampangan.

2)      Sistematis. Saling berkaitan satu sama lain secara teratur dalam suatu keseluruhan. berarti dalam usaha menemukan kebenaran dan menjabarkan pengetahuan yang diperoleh, menggunakan langkah-langkah tertentu yang teratur dan terarah sehingga menjadi suatu keseluruhan yang terpadu.

3)      Kohere. Unsur-unsurnya harus bertautan, tidak boleh mengandung uraian yang bertentangan. berarti setiap bagian dari jabaran ilmu pengetahuan itu merupakan rangkaian yang saling terkait dan berkesesuaian (konsisten).

4)      Rasional. Harus berdasar pada kaidah berfikir yang benar (logis)

5)      Komprehensif. Melihat obyek tidak hanya dari satu sisi/sudut pandang, melainkan secara multidimensional atau secara keseluruhan (holistik)

6)      Radikal. Diuraikan sampai akar persoalannya, atau esensinya

7)      Universal. Muatan kebenarannya sampai tingkat umum yang berlaku di mana saja

KESIMPULAN

Ontologi berasal dari bahasa Yunani, yang terdiri dari dua kata: on/ ontos yang memiliki arti ada atau keberadaan dan logos yang berarti studi atau ilmu tentang. Jadi secara sederhana ontologi adalah ilmu yang membahas tentang yang ada.

Aliran aliran dalam ontologi ada 5, yaitu: Monoisme, Dualisme, Pluralisme, Nihilisme, dan Agnostisisme. Monoisme adalah paham yang menganggap bahwa hakikat asalnya sesuatu itu hanyalah satu. Asal sesuatu itu bisa berupa materi (air, udara) maupun ruhani (spirit, ruh). Dualisme adalah aliran yang berpendapat bahwa asal benda terdiri dari dua hakikat (hakikat materi dan ruhani, hakikat benda dan ruh, hakikat jasad dan spirit). Pluralisme adalah paham yang mengatakan bahwa segala hal merupakan kenyataan. Nihilisme adalah paham yang tidak mengakui validitas alternatif yang positif. Dan agnostisisme adalah paham yang mengingkari terhadap kemampuan manusia dalam mengetahui hakikat benda.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Ernita, Filsafat Ilmu. Medan: Wal Ashri Publising, 2019

Inu Kencana Syafiie, Pengantar Filsafat. Bandung: Refika Aditama

Jalaluddin dan Abdullah Idi, Filsafat Pendidikan. Jakarta: Gaya Media Pratama, 1998

Jujun S Suriasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1990

Khairul Umam, filsafat umum. Yogyakarta, Diva press: 2022

Suaedi, Pengantar FIlsafat ilmu. Bogor, PT Penernit IPB Press: 2016

 

 

 

 

 

    

 

 

 

 



[1] Ernita, Filsafat Ilmu (Medan: Wal Ashri Publising, 2019), hal. 5.

[2] Jujun S Suriasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1990), hal. 33.

[3] Jalaluddin dan Abdullah Idi, Filsafat Pendidikan (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1998), hal. 69.

[4] Inu Kencana Syafiie, Pengantar Filsafat (Bandung: Refika Aditama), hal. 9.

[5] Khairul Umam, filsafat umum (Yogyakarta, Diva press: 2022), hal, 92

[6] Suaedi, Pengantar FIlsafat ilmu (Bogor, PT Penernit IPB Press: 2016), hal, 82.

0 comments:

Post a Comment