PENDAHULUAN
Pada intinya kegiatan ilmu dimotori
oleh pertanyaan – pertanyaan yang didasarkan pada tiga masalah inti, yaitu:
Apakah yang ingin diketahui, bagaimana cara memperoleh pengetahuan dan apakah
nilai pengetahuan tersebut, terlihat bahwa ketiga pertanyaan ini sangatlah
sederhana, namun mencakup persoalan yang sangat mendasar. Maka untuk menjawab
ketiga pertanyaan tersebut diperlukan system berpikir secara radikal,
sistematis dan menyeluruh sebagai kebenaran ilmu yang dibahas dalam filsafat
keilmuan.[1]
Dalam filsafat ilmu terdapat tiga
tahapan atau landasan yang harus ditempuh dalam mencari kebenaran, yaitu
ontologi, epistimologi dan aksiologi, dimana ontologi membahas tentang apa saja
yang ingin diketahui mengenai teori tentang adanya sesuatu. Ontologi menjadi sebuah dasar atau
pondasi atau awal mula dari dasar pemikiran, bagaimana hakikat objek yang ditelaah sehingga menghasilkan
pengetahuan. Epistemologi membahas tentang bagaimana
proses memperoleh pengetahuan. Dan aksiologi membahas tentang nilai yang
berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh. Dengan membahas
ketiga unsur ini manusia akan mengerti apa hakikat ilmu itu. Tanpa hakikat ilmu
yang sebenarnya, maka manusia tidak akan dapat menghargai ilmu sebagaimana
mestinya.[2] Ontologi
hadir dari adanya pertanyaan – pertanyaan tentang apasaja yang dapat diketahui
secara hakikat oleh manusia dan mampukah manusia mengungkap hakikat dari segala
hal yang ada dan hakikat keberadaan itu sendiri.
PEMBAHASAN
1.
Pengertian Ontologi
Ontologi berasal dari bahasa Yunani,
yang terdiri dari dua kata: on/ ontos yang memiliki arti ada atau keberadaan
dan logos yang berarti studi atau ilmu tentang. Jadi secara sederhana ontologi
adalah ilmu yang membahas tentang yang ada. Sedangkan
menurut istilah,
Ontologi adalah ilmu hakekat yang menyelidiki alam nyata ini dan bagaimana
keadaan yang sebenarnya[3]
Ontologi memberikan pengertian untuk
penjelasan secara eksplisit dari konsep terhadap representasi pengetahuan pada
sebuah pengetahuan dasar. Ontologi juga bisa diartikan sebuah struktur hirarki
dari istilah untuk menjelaskan sebuat domain yang dapat digunakan sebagai
landasan untuk dasar pengetahuan. Ontologi
adalah ilmu yang mempelajari tentang keadaan alam yang sebenarnya secara
universal (teory of reality)[4]
Istilah
Ontologi pertama kali diperkenalkan oleh Rudolf Goclenius pada tahun 1936 M,
untuk menamai hakikat yang ada sifat metafisis. Dalam
perkembangannya Christian Wolf membagi metafisika menjadi dua, yaitu metafisika
umum mdan khusus. Metafisika umum adalah istilah lain dari ontologi.
Dengan demikian ontologi adalah
cabang filsafat yang membahas tentang prinsip yang paling dasar atau paling
dalam dari segala sesuatu yang ada, tidak terikat oleh satu perwujudan
tertentu. Dalam kaitan dengan ilmu, aspek ontologi mempertahankan tentang objek
yang ditelaah oleh ilmu. Ontologi seringkali diidentifikasikan dengan metafisika, yang juga
disebut dengan proto-filsafat atau filsafat yang pertama. Persoalan tentang
ontologi menjadi pembahasan yang utama dalam bidang filsafat, yang membahas
tentang realitas. Realitas adalah kenyataan yang selanjutnya menjurus pada sesuatu kebenaran.
Ada
3 hal yang berkaitan dalam mempelajari ontologi ilmu, yaitu Metafisika,
Probabilitas dan Asumsi. Secara etimologis metafisika berasal dari kata “meta”
dan “fisika” (Yunani). “meta” berarti sesudah, di belakang atau melampaui, dan
“fisika”, berarti alam nyata. Kata fisik (physic) di sini sama dengan “nature”,
yaitu alam. Metafisika merupakan cabang dari filsafat yang mempersoalkan
tentang hakikat, yang tersimpul di belakang dunia fenomenal. Metafisika
melampaui pengalaman, objeknya di luar hal yang ditangkap pancaindra.
Probabilitas
atau sering disebut Peluang. Salah satu referensi dalam mencari kebenaran,
manusia berpaling kepada ilmu. Hal ini dikarenakan ciri-ciri dari ilmu tersebut
yang dalam proses pembentukannya sangat ketat dengan alatnya berupa metode
ilmiah. Hanya saja terkadang kepercayaan manusia akan sesuatu itu terlalu
tinggi sehingga seolah-olah apa yang telah dinyatakan oleh ilmu akan bersih
dari kekeliruan atau kesalahan. Oleh karena itu manusia yang mempercayai ilmu
tidak akan sepenuhnya menumpukan kepercayaannya terhadap apa yang dinyatakan
oleh ilmu tersebut. Hal ini menyadarkan kita bahwa suatu ilmu menawarkan kepada
kita suatu jawaban yang berupa peluang. Yang didalamnya selain terdapat
kemungkin bernilai benar juga mengandung kemungkinan yang bernilai salah. Nilai
kebenarannya pun tergantung dari prosentase kebenaran yang dikandung ilmu
tersebut. Sehingga ini akan menuntun kita kepada seberapa besar kepercayaan
kita akan kita tumpukan pada jawaban yang diberikan oleh ilmu tersebut.
Hal
yang berkaitan dengan ontologi selanjutnya ialah Asumsi. Ilmu mengemukakan
beberapa asumsi mengenai objek empiris. Ilmu menganggap bahwa objek-objek
empiris yang menjadi bidang penelaahannya mempunyai sifat keragaman,
memperlihatkan sifat berulang dan semuanya jalin-menjalin secara teratur.
Sesuatu peristiwa tidaklah terjadi secara kebetulan namun tiap peristiwa
mempunyai pola tetap yang teratur. Bahwa hujan diawali dengan awan tebal dan
langit mendung, hal ini bukanlah merupakan suatu kebetulan tetapi memang
polanya sudah demikian. Kejadian
ini akan berulang dengan pola yang sama. Alam merupakan suatu sistem yang
teratur yang tunduk kepada hukum-hukum tertentu.
Menurut
Aristoteles, ontologi pada dasarnya di maksudkan untuk mencari makna ada dan
struktur umum yang terdapat pada ada, struktur yang dinamakan kategori dan
susunan ada. Akan tetapi, hasil pencarian Aristoteles menunjukkan bahwa
pertanyaan mengenai makna ada membawa kita pada penghargaan terhadap keajaiban
eksistensi manusia, sedangkan studi mengenai kategori membawa pada sebab
pertama asal usul dari segala sesuatu (Tuhan). Tidak berlebihan jika di katakan
bahwa motif yang sesungguhnya dalam studi mengenai ontologi adalah justifikasi
atau evokasi terhadap agama, di samping justifikasi atas pengetahuan dan emosi
etis[5]
Ontologi
dalam filsafat ilmu merupakan studi atau pengkajian mengenai sifat dasar ilmu
yang memiliki arti, struktur, dan prinsip ilmu. Ontologi filsafat sebagai
cabang filsafat adalah ilmu apa, dari jenis dan struktur dari objek, property,
peristiwa, proses, serta hubungan dalam setiap bidang realitas. [6]
Fungsi
dan manfaat mempelajari ontologi sebagai cabang filsafat ilmu antara lain:
1) Berfungsi
sebagai refleksi kritis atas objek atau bidang garapan, konsep-konsep,
asumsi-asumsi dan postulat-postulat ilmu. Di antara asumsi dasar keilmuan
antara lain: (1). Dunia ini ada, dan kita dapat mengetahui bahwa dunia ini benar-benar
ada. (2). Dunia empiris itu dapat diketahui oleh manusia dengan pancaindera.
(3). Fenomena yang terdapat di di dunia ini berhubungan satu dengan lainnya
secara kausal.
2) Ontologi
membantu ilmu untuk menyusun suatu pandangan dunia yang integral, komphrehensif
dan koheren. Ilmu dengan ciri khasnya mengkaji hal-hal yang khusus untuk dikaji
secara tuntas yang pada akhirnya diharapkan dapat memperoleh gambaran tentang
objek telaahannya, namun pada kenyataannya kadang hasil temuan ilmiah berhenti
pada simpulan-simpulan yang parsial dan terpisah-pisah. Jika terjadi seperti
itu, ilmuwan berarti tidak mampu mengintegrasikan pengetahuan tersebut dengan
pengetahuan lain
3) Ontologi
memberikan masukan informasi untuk mengatasi permasalahan yang tidak mampu
dipecahkan oleh ilmu-ilmu khusus. Pembagian objek kajian ilmu yang satu dengan
lainnya kadang menimbulkan berbagai permasalahan, di antaranya ada kemungkinan
terjadinya konflik perebutan bidang kajian, misalnya ilmu bioetika itu masuk
disiplin etika atau disiplin biologi. Kemungkinan lain adalah justru terbukanya
bidang kajian yang sama sekali belum dikaji oleh ilmu apa pun. Dalam hal ini
ontologi berfungsi membantu memetakan batas-batas kajian ilmu. Dengan demikian
berkembanglah ilmu-ilmu yang dapat diketahui manusia itu dari tahun ke tahun
atau dari abad ke abad.
2.
Aliran – aliran dalam
Ontologi
Paham
ini menganggap bahwa hakikat yang berasal dari kenyataan adalah satu saja tidak
mungkin dua, baik materi ataupun Rohani. Paham ini terbagi menjadi 2 aliran,
yaitu: (1) Materialisme, aliran ini menganggap bahwa sumber yang asal itu
materi. Aliran ini sering disebut naturalisme, bahwa zat mati merupakan
kenyataan dan satu – satunya fakta yang hanyalah materi, sedangkan jiwa atau
ruh tidaklah merupakan suatu kenyataan yang berdiri sendiri; (2) Idealisme,
sebagai lawan dari materialisme dinamakan spiritualisme. Dealisme berasal dari
kata ideal yaitu sesuatu yang hadir dalam jiwa. Aliran ini beranggapan bahwa
hakikat kenyataan yang beraneka ragam itu semua berasal dari ruh (sukma) atau
sejenis dengannya. Yaitu sesuatu yang tidak terbentuk dan menempati ruang,
materi atau zat ini hanyalah suatu jenis dari penjelmaan ruhani.
2) Dualisme
Aliran
dualism berpendapat bahwa benda terdiri dari dua macam hakikat sebagai asal
sumbernya, yaitu hakikat materi dan ruhani, benda dan ruh, jasad dan spirit.
Materi bukan muncul dari benda, sama – sama hakikat, kedua mascam hakikat
tersebut masing – masing bebas dan berdiri sendiri, sama – sama azali dan
abadi, hubungan keduanya menciptakan kehidupan di alam ini. Tokoh aliran ini
adalah Descater yang dianggap sebagai bapak filosofi modern.
3) Pluralisme
Aliran
ini beranggapan bahwa segenap bentuk merupakan kenyataan. Pluralisme tertolak
dari keseluruhan dan mengakui bahwa segenap macam bentuk ini semuanya nyata,
tokoh aliran ini pada masa Yunani kuno adalah Anaxagoras dan Empedcoles, yang
menyatakan bahwa substansi yang ada itu terbentuk dan terdiri dari empat unsur,
yaitu tanah, air, api dan udara.
4) Nihilism
Nihilism
berasal dari bahasa latin yang berarti nothing atau tidak ada.
Nihilisme
adalah pandangan filosofis yang muncul pada abad ke-19, yang secara umum
berpendapat bahwa kehidupan dan eksistensi manusia tidak memiliki makna, nilai,
atau tujuan inheren. Nihilisme sering kali dikaitkan dengan pemikiran bahwa
tidak ada konsep moral yang objektif atau kebenaran absolut, dan akhirnya,
segala sesuatu tidak lebih dari kekosongan atau nihil. Pemikiran nihilis berkembang
sebagai reaksi terhadap perkembangan sosial dan budaya pada abad ke-19 di
Eropa, termasuk perkembangan seperti Revolusi Industri, perubahan sosial, dan
kebingungan dalam hal agama dan moral. Sejumlah pemikir dan filsuf terkenal,
seperti Friedrich Nietzsche dan Fyodor Dostoevsky, mengangkat isu-isu yang
terkait dengan nihilisme dalam karyanya.
Nihilisme
sendiri dapat dibagi menjadi beberapa jenis atau aliran yang berbeda, termasuk
nihilisme epistemologis (yang berpendapat bahwa pengetahuan dan kebenaran itu
tidak mungkin), nihilisme etis (yang menyangkal adanya nilai moral objektif),
dan nihilisme existential (yang mengklaim bahwa hidup itu sendiri tidak
memiliki makna inheren).
Penting
untuk diingat bahwa nihilisme adalah salah satu aliran pemikiran dalam sejarah
filsafat, dan ada berbagai penafsiran dan pemahaman tentangnya. Meskipun
pandangan nihilisme bisa sangat skeptis terhadap nilai-nilai dan makna, ada
berbagai pandangan filosofis yang berlawanan dengan nihilisme, yang mengusulkan
kerangka kerja etis atau makna dalam kehidupan manusia.
5) Agnostisme
Bagaimanakah yang ada itu? (How is being?)
Apakah yang ada itu sebagai sesuatu yang tetap, abadi, atau
berubah-ubah? Dalam hal ini, Zeno (490-430 SM) menyatakan bahwa sesuatu itu
sebenarnya khayalan belaka. Pendapat ini dibantah oleh Bergson dan Russel.
Seperti yang dikatakan oleh Whitehead bahwa alam ini dinamis, terus bergerak,
dan merupakan struktur peristiwa yang mengalir terus secara kreatif. Aliran ini
berpendapat bahwa yang ada itu berada dalam alam ide, adi kodrati, universal,
tetap abadi, dan abstrak. Sementara aliran materilisme berpendapat sebaliknya,
bahwa yang ada itu bersifat fisik, kodrati, individual, berubah-ubah, dan riil.
Aliran ini mirip dengan skeptisisme yang
berpendapat bahwa manusia diragukan kemampuannya mengetahui hakikatnya. Namun
tampaknya agnotisisme lebih dari itu karena menyerah sama sekali.
3.
Contoh
Ontologi dalam kehidupan sehari – hari
Untuk
memahami tentang ontologi, berikut adalah beberapa contoh dalam kehidupan
sehari – hari yang kami tuliskan di makalah ini.
1) Seiring dengan perkembangan zaman, model rumah juga ikut
berkembang dan beragam. Mulai dari model minimalis hingga modern. Walaupun
begitu banyak bentuk dan model rumah kita akan selalu mengenali bahwa itu
adalah rumah, meskipun bentuk, warna dan bahkan modelnya berbeda. Hal ini
dikarenakan rumah dikenal dengan fungsinya sebagai tempat tinggal, tempat
tujuan saat pulang, bagaimana kondisinya serta bagaimana orang – orang
disekitarnya yang membuat kita berpikir bangunan tersebut adalah rumah.
2) Hampir setiap orang mempunyai teman yang dekat dan sudah lama
dikenal. Bahkan sehari – harinya selalu Bersama, namun pada suatu saat
pertemanan itu harus terpisah karena tujuannya masing – masing. Kemudian teman
tersebut Kembali ladi bertemu setelah beberapa tahun berpisah. Saat bertemu
terapat banyak sekali perbedaan dari terakhir bertemu, mulai dari fisik,
penampilan, perilaku dan masih banyak lagi. Akan tetapi teman tidak peduli
dengan perubahan tersebut dan masih menganggapnya teman yang dikenal pada masa
lalu.
4.
Peran Ontologi Dalam Dunia Pendidikan
Ontologi merupakan kajian dalam filsafat yang mempelajari
tentang segala sesuatu yang ada berdasarkan sebab akibat. Hakikat ontologi
dalam filsafat pendidikan yaitu tentang bagaimana memberikan pengajaran,
bimbingan dalam proses belajar untuk mencapai suatu pendidikan dengan tujuan ke
arah yang lebih baik. Dasar ontologi pendidikan adalah objek materi
pendidikan dimana sisi yang mengatur seluruh kegiatan kependidikan. Jadi
hubungan ontologi dengan pendidikan menempati posisi landasan yang terdasar dari
fondasi ilmu dimana disitulah terletak undang-undang dasarnya dunia ilmu.
Sedangkan ontologi dalam
Pendidikan Islam memaparkan hakikat Pendidikan yang sebsnarnya dan sesuai
dengan kebutuhan manusia sebagai Upaya untuk menguatkan eksistensi dan esensi
manusia sebagai makhluk bertuhan dan memiliki sifat – sifat humanistic.
Pandangan
ontologi Barat menganggap objek ilmu terbatas pada unsur-unsur yang bersifat fisik
atau materi, sedangkan pandangan ontologi Islam memandang ilmu tidak di bagian fisik saja, tetapi juga bagian
metafisika.
5.
Aspek –
Aspek Ontologi Ilmu Pengetahuan
Ontologi membahas tentang yang ada, yang tidak
terikat oleh satu perwujudan tertentu. Dalam kaitan dengan ilmu, aspek
ontologis mempertanyakan tentang objek yang ditelaah oleh ilmu. Secara
ontologis ilmu membatasi lingkup penelaahan keilmuannya hanya pada daerah yang
berada dalam jangkauan pengalaman manusia dan terbatas pada hal yang sesuai
dengan akal manusia. Ontologi membahas tentang yang ada yang universal,
menampilkan pemikiran semesta universal. Ontologi berupaya mencari inti yang
termuat dalam setiap kenyataan. Dalam rumusan Lorens Bagus; ontologi menjelaskan
yang ada yang meliputi semua realitas dalam semua bentuknya.
Ada beberapa aspek ontologis yang perlu
diperhatikan dalam ilmu pengetahuan. Aspek-aspek ontologis tersebut adalah:
1) Metodis. Menggunakan cara
ilmiah, berarti dalam proses menemukan dan mengolah pengetahuan
menggunakan metode tertentu, tidak serampangan.
2) Sistematis. Saling berkaitan satu sama
lain secara teratur dalam suatu keseluruhan. berarti dalam usaha menemukan
kebenaran dan menjabarkan pengetahuan yang diperoleh, menggunakan
langkah-langkah tertentu yang teratur dan terarah sehingga menjadi suatu
keseluruhan yang terpadu.
3) Kohere. Unsur-unsurnya harus bertautan,
tidak boleh mengandung uraian yang bertentangan. berarti setiap bagian
dari jabaran ilmu pengetahuan itu merupakan rangkaian yang saling terkait dan
berkesesuaian (konsisten).
4) Rasional. Harus berdasar pada kaidah
berfikir yang benar (logis)
5) Komprehensif. Melihat obyek tidak hanya
dari satu sisi/sudut pandang, melainkan secara multidimensional atau
secara keseluruhan (holistik)
6) Radikal. Diuraikan sampai akar
persoalannya, atau esensinya
7) Universal. Muatan kebenarannya sampai
tingkat umum yang berlaku di mana saja
KESIMPULAN
Ontologi berasal dari bahasa Yunani, yang terdiri dari dua kata: on/ ontos
yang memiliki arti ada atau keberadaan dan logos yang berarti studi atau ilmu
tentang. Jadi secara sederhana ontologi adalah ilmu yang membahas tentang yang
ada.
Aliran aliran dalam ontologi ada 5, yaitu: Monoisme, Dualisme,
Pluralisme, Nihilisme, dan Agnostisisme. Monoisme adalah paham yang menganggap
bahwa hakikat asalnya sesuatu itu hanyalah satu. Asal sesuatu itu bisa berupa
materi (air, udara) maupun ruhani (spirit, ruh). Dualisme adalah aliran yang
berpendapat bahwa asal benda terdiri dari dua hakikat (hakikat materi dan
ruhani, hakikat benda dan ruh, hakikat jasad dan spirit). Pluralisme adalah
paham yang mengatakan bahwa segala hal merupakan kenyataan. Nihilisme adalah
paham yang tidak mengakui validitas alternatif yang positif. Dan agnostisisme
adalah paham yang mengingkari terhadap kemampuan manusia dalam mengetahui
hakikat benda.
DAFTAR PUSTAKA
Ernita,
Filsafat Ilmu. Medan: Wal Ashri Publising, 2019
Inu
Kencana Syafiie, Pengantar Filsafat. Bandung: Refika Aditama
Jalaluddin dan Abdullah
Idi, Filsafat Pendidikan. Jakarta: Gaya Media Pratama, 1998
Jujun S Suriasumantri, Filsafat
Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1990
Khairul
Umam, filsafat umum. Yogyakarta, Diva press: 2022
Suaedi,
Pengantar FIlsafat ilmu. Bogor, PT Penernit IPB Press: 2016
[1] Ernita, Filsafat
Ilmu (Medan: Wal Ashri Publising, 2019), hal. 5.
[2] Jujun S
Suriasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer (Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan, 1990), hal. 33.
[3]
Jalaluddin dan Abdullah Idi, Filsafat Pendidikan (Jakarta: Gaya Media Pratama,
1998), hal. 69.
[4] Inu
Kencana Syafiie, Pengantar Filsafat (Bandung: Refika Aditama), hal. 9.
[5] Khairul
Umam, filsafat umum (Yogyakarta, Diva press: 2022), hal, 92
[6] Suaedi, Pengantar
FIlsafat ilmu (Bogor, PT Penernit IPB Press: 2016), hal, 82.
0 comments:
Post a Comment